Teks Khotbah Jumat: Pelajaran Penting dari Kisah Ashabul Kahfi
Khotbah pertama
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى
فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Ma’asyiral Muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala.
Ada satu kisah fenomenal yang Allah Ta’ala sebutkan di dalam Al-Qur’an. Kisah yang selalu diceritakan dari generasi ke generasi kaum muslimin. Kisah yang menggambarkan betapa besarnya pengaruh akidah yang kuat dalam membendung gempuran nafsu syahwat dan syubhat pada diri seseorang. Sehingga dengan tauhid, semakin fokus dan ikhlas dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.
Kisah para pemuda yang yang sedang dalam puncak-puncak keremajaan, para pemuda yang gelora syahwatnya dan rasa ingin tahunya masih menyala-nyala. Dengan kondisi seperti itu, mereka justru berpaling dari dunia yang penuh tipuan ini. Padahal di zaman tersebut, kemaksiatan merajalela dan kesyirikan mengakar kuat, sampai-sampai pelaku kemaksiatan dan kesyirikan itu selalu memaksa manusia lainnya untuk ikut serta tenggelam dalam kemaksiatan sebagaimana firman Allah Ta’ala,
إِنَّهُمْ إِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ
“Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempari kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka.” (QS. Al-Kahfi: 20)
Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala, kisah tersebut adalah kisah Ashabul Kahfi, pemuda-pemuda penghuni gua yang Allah angkat derajatnya, para pemuda yang sangat yakin bahwa Allah Ta’ala akan senantiasa menjaga mereka selama mereka menjaga tauhid dan keimanan.
Para pemuda yang Allah jadikan kisah mereka sebagai kisah permisalan dalam hal keimanan, kisah yang sangat dibutuhkan oleh setiap pemuda muslim untuk dijadikan lentera petunjuk dalam menghadapi krisis iman. Di dalam kisah ini, terkandung banyak sekali pelajaran dan manfaat yang bisa diraih oleh pendengarnya.
Jemaah salat Jumat yang berbahagia.
Pelajaran pertama dan paling utama dari kisah Ashabul Kahfi adalah pentingnya mempelajari dan mengamalkan tauhid dengan benar. Lihatlah bagaimana Allah Ta’ala memulai kisah mereka ini dengan menyebutkan bagaimana tingginya kualitas tauhid mereka. Allah Ta’ala berfirman,
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَاَهُمْ بِالْحَقِّۗ اِنَّهُمْ فِتْيَةٌ اٰمَنُوْا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنٰهُمْ هُدًىۖ * وَّرَبَطْنَا عَلٰى قُلُوْبِهِمْ اِذْ قَامُوْا فَقَالُوْا رَبُّنَا رَبُّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ لَنْ نَّدْعُوَا۟ مِنْ دُوْنِهٖٓ اِلٰهًا لَّقَدْ قُلْنَآ اِذًا شَطَطًا
“Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka. Dan Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri lalu mereka berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami tidak menyeru tuhan selain Dia. Sungguh, kalau kami berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan perkataan yang sangat jauh dari kebenaran.” (QS. Al-Kahfi: 13-14)
Baca Juga: Kisah Teladan dari Para Ulama Hebat di Bulan Ramadan
Pelajaran selanjutnya, Allah Ta’ala berfirman,
إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
“(Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami.” (QS. Al-Kahfi: 10)
Para pemuda tersebut mengajarkan akan pentingnya senjata doa bagi orang-orang saleh dan para pendakwah. Para pemuda penghuni gua ini berdoa meminta dua perkara yang sangat penting, yaitu: rahmat kasih sayang Allah Ta’ala, serta petunjuk Allah bagi mereka. Dua perkara yang sangat dibutuhkan oleh orang-orang saleh dan para pendakwah di saat menghadapi cobaan dan ujian. Dua perkara yang menjadi senjata di saat fitnah dan perpecahan sedang terjadi.
Jemaah yang dirahmati Allah Ta’ala.
Di antara faedah lainnya adalah Allah Ta’ala menyematkan sifat ‘muda’ untuk para penghuni gua tersebut, sebagai bentuk pujian kepada mereka dan menunjukkan betapa mulianya masa muda bagi seseorang.
Masa muda, jika dimanfaatkan untuk kebaikan seperti hidup berdampingan dengan Al-Qur’an atau menyibukkan diri dengan ibadah dan amal, maka balasannya pada hari kiamat adalah mendapatkan naungan Allah Ta’ala. Pada hari tersebut, tidak ada yang dapat menaungi seorang pun, kecuali Allah Ta’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ في ظِلِّهِ، يَومَ لا ظِلَّ إلَّا ظِلُّهُ (منها): وشَابٌّ نَشَأَ في عِبَادَةِ رَبِّهِ
“Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah Ta’ala pada hari di mana tidak ada naungan, kecuali naungan-Nya. Di antaranya: seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah.” (HR. Bukhari no. 660 dan Muslim no. 1031)
Sungguh merupakan kemuliaan bagi setiap pemuda yang menjaga masa mudanya, menghabiskannya untuk ketaatan kepada Allah Ta’ala. Terlebih lagi jika dia hidup di zaman dan lingkungan yang tersebar di dalamnya fitnah syubhat dan syahwat. Sungguh merupakan karunia Allah Ta’ala dan hidayah-Nya apabila ada seorang pemuda yang mampu menjaga dirinya dari terjangan ombak fitnah ini.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga pemuda-pemuda kaum muslimin, anak-anak kita, generasi penerus kita dari terjatuh ke dalam jurang fitnah, menjaga mereka dari kesyirikan, kemaksiatan, dan hal-hal yang tidak bermanfaat. Semoga Allah jadikan para pemuda kaum muslimin saat ini memiliki keimanan layaknya para pemuda di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
أقُولُ قَوْلي هَذَا وَأسْتغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لي وَلَكُمْ، فَاسْتغْفِرُوهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ، وَادْعُوهُ يَسْتجِبْ لَكُمْ إِنهُ هُوَ البَرُّ الكَرِيْمُ.
Baca Juga: Kisah-Kisah Peringatan Tuk Penghina Nabi
Khotbah kedua
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ.
Maasyiral mukminin yang dimuliakan Allah Ta’ala,
Allah Ta’ala berfirman,
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl: 89)
Begitu lengkapnya Al-Qur’an ini, sampai-sampai di dalam kisah Ashabul Kahfi ini terdapat penjelasan penting yang berhubungan dengan ilmu kedokteran. Allah Ta’ala berfirman,
وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِ
“Dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri.” (QS. Al-Kahfi: 18)
Ayat ini menjelaskan pentingnya membolak-balikkan posisi orang sakit yang sudah tidak bisa bergerak dan hanya diam di kasur saja. Hikmahnya, agar zat garam yang terkandung dalam tubuh orang sakit tersebut tidak mengendap di satu sisi saja, karena itu akan menyebabkan penggerusan dan pembusukan. Para ahli medis menjelaskan bahwa apabila kebusukan itu terjadi, maka itu termasuk cedera dan penyakit yang sulit untuk diobati.
Ma’asyiral Muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala.
Di ayat selanjutnya, Allah Ta’ala berfirman,
وَكَذٰلِكَ بَعَثْنٰهُمْ لِيَتَسَاۤءَلُوْا بَيْنَهُمْۗ قَالَ قَاۤىِٕلٌ مِّنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْۗ قَالُوْا لَبِثْنَا يَوْمًا اَوْ بَعْضَ يَوْمٍۗ قَالُوْا رَبُّكُمْ اَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْۗ فَابْعَثُوْٓا اَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هٰذِهٖٓ اِلَى الْمَدِيْنَةِ فَلْيَنْظُرْ اَيُّهَآ اَزْكٰى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِّنْهُ
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, ‘Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?’ Mereka menjawab, ‘Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.’ Berkata (yang lain lagi), ‘Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, dan bawalah sebagian makanan itu untukmu.’” (QS. Al-Kahfi: 19)
Lihatlah bagaimana para penghuni gua tersebut! Mereka lebih mendahulukan urusan yang penting dan urgen daripada urusan lainnya yang tidak penting. Mereka tinggalkan perdebatan yang tiada habisnya dan mendahulukan mencari makanan di saat merasakan kelaparan. Ayat ini juga mengajarkan kepada kita tentang pentingnya menjaga skala prioritas dalam bertindak, tidak mudah terkecoh dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dan tidak mengandung kebaikan.
Pelajaran selanjutnya yang bisa kita ambil adalah wajibnya berbuat baik dan berlemah lembut di dalam kehidupan, menyambung silaturahmi, dan berinteraksi dengan orang lain. Hal ini sebagaimana perkataan salah satu penghuni gua tersebut,
وَلْيَتَلَطَّفْ
“Dan hendaklah dia berlaku lemah lembut.”
Jemaah yang senantiasa dirahmati Allah Ta’ala.
Dalam kisah Ashabul Kahfi ini ada satu poin penting yang harus kita ingatkan.
Sebagian dari mereka yang sangat lemah akidah dan hidayahnya menjadikan firman Allah Ta’ala,
قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا
“Orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, ‘Kami pasti akan mendirikan sebuah rumah ibadah di atasnya.’” (QS. Al-Kahfi: 21)
Sebagai dalil bolehnya membangun masjid di atas kuburan orang-orang saleh!
Ini jelas keliru, karena ayat di atas sedang menceritakan perkataan seorang pembesar dan penguasa di zaman tersebut, yang seringnya orang-orang semacam ini merupakan orang yang jahil, orang yang tidak mengetahui agama Islam dengan baik. Mereka menginginkan agar perbuatan mereka tersebut dapat mengabadikan peristiwa ajaib yang dialami oleh para pemuda penghuni gua.
Padahal telah jelas bahwa perbuatan semacam ini dalam syariat kita hukumnya haram. Bahkan, pelakunya mendapatkan laknat dari Allah Ta’ala. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,
لَعَنَ اللَّهُ اليَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Allah melaknat Yahudi dan Nashrani yang telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat ibadah.” (HR. Bukhari no. 1390 dan Muslim no. 529)
Lihat juga bagaimana sikap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala diceritakan kepada beliau gereja-gereja yang terdapat di negeri Ethiopia, di mana di dalamnya terdapat patung-patung. Beliau bersabda,
إنَّ أُولَئِكَ إذَا كانَ فِيهِمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ، بَنَوْا علَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا، وصَوَّرُوا فيه تِلكَ الصُّوَرَ، فَأُولَئِكَ شِرَارُ الخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَومَ القِيَامَةِ
“Sesungguhnya mereka, jika orang saleh dari mereka meninggal, maka mereka mendirikan masjid (tempat ibadah) di atas kuburannya dan membuat patungnya di sana. Maka, mereka itulah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah pada hari kiamat.” (HR. Bukhari no. 427)
Sungguh beruntung bagi setiap mukmin yang bisa mengambil faedah dan pelajaran dari setiap ayat yang dia baca dan dia dengar. Karena inilah salah satu kewajiban kita terhadap Al-Qur’an yang mulia ini.
Ya Allah, jadikanlah kami salah satu hamba-Mu yang senantiasa mengingat-Mu, hamba-Mu yang selalu meresapi dan merenungi setiap ayat dari Al-Qur’an yang telah Engkau turunkan, mengambil pelajaran darinya, dan mengamalkannya di setiap detik kehidupan.
اللهم إنا نعوذ بك من عذاب جهنم، ومن عذاب القبر، ومن فتنة المحيا والممات، ومن شر فتنة المسيح الدجال
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،
اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى
اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.
وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Baca Juga:
***
Penulis: Muhammad Idris, Lc.
Artikel asli: https://muslim.or.id/79063-pelajaran-penting-dari-kisah-ashabul-kahfi.html